Begitu hebatnya Sang pencipta, IA menciptakan manusia sempurna adanya. Semua ciptaanNYA adalah baik, tetapi yang terbaik adalah manusia. Manusia diciptakan sesuai gambar dan citra Allah, lalu dihembusi nafas kehidupan. Manusia dilengkapi dengan mata, sebuah kamera yang tidak harus diganti-ganti lensanya; hidung, yang membedakan manusia dengan robot, karena robot tidak punya penciuman; jantung, yang sanggup memompakan darah ke seluruh tubuh; hati; ginjal; paru-paru dan masih banyak lagi. Dan otak merupakan komputer ciptaan Tuhan yang dianugerahkan kepada manusia dan tentu saja otak manusia jauh lebih dahsyat dibanding dengan komputer yang paling canggih sekalipun.
Kiranya tak perlu dipertanyakan lagi bahwa otak manusia memang amat sangat menakjubkan. Kecerdasan otak manusia benar-benar tidak akan kalah dengan kecerdasan komputer yang ditumpuk-tumpuk membentuk sebesar satu blok bangunan yang tingginya sama dengan jarak bumi ke bulan! Dan abad ke-21 ini memang layak disebut Abad Otak, dan milenium ketiga menjadi Milenium Pikiran.
Pada dekade 1950-an, Allan Turing, penemu komputer, menantang industri komputer untuk menciptakan mesin secerdas manusia. Sampai dengan kini tantangan itu tinggallah tantangan, sebab tidak menemukan jawabannya, karena manusia mempunyai berbagai kecerdasan yang dianugerahkan Sang Pencipta secara luar biasa pintarnya. Sayangnya, manusia baru menggunakan kecerdasan itu sebagian kecil saja (kurang dari satu persen, Buzan, 2003). Dengan kata lain, masih ada 99% nya lagi yang belum digunakan. Ajaib, orang yang sungguh-sungguh cerdas bukanlah orang yang sekedar mampu/mahir dengan urusan angka dan kata, manusia dapat bereaksi secara ‘cerdas’ terhadap segala kesempatan, rangsangan, dan masalah yang disajikan oleh lingkungan sekitarnya.
Mengutip perkataan Sir Winston Churchill, ‘kemaharajaan masa depan adalah kemaharajaan pikiran’. Dunia berubah dengan laju semakin kencang; kehidupan masyarakat dan perekonomian menjadi lebih kompleks; sifat dasar pekerjaan berubah sangat pesat; jenis-jenis pekerjaan menghilang dengan kecepatan tak terbayangkan; masa lalu semakin tidak dapat dijadikan pedoman bagi masa depan; dan inilah jaman ketidakpastian!
Pekerjaan yang paling bernilai di masa depan adalah ‘pekerjaan otak’ atau pekerjaan yang memerlukan bakat yang besar dan terlatih. Keberhasilan pada abad ke-21 akan tergantung terutama pada sejauh mana manusia mengembangkan keterampilan-keterampilan yang tepat untuk menguasai kekuatan kecepatan, kompleksitas, dan ketidakpastian, yang saling berhubungan satu sama lain. Keterampilan seseorang mungkin memadai untuk masa sekarang, akan tetapi keterampilan itu akan segera menjadi usang di masa depan.
Berlalunya begitu cepat sehingga kadang-kadang membuat manusia terperangah, terutama bagi mereka yang menyukai tinggal di zona nyaman. Perkembangan di segala bidang sangat mempengaruhi aspek kehidupan manusia, mulai dari anak-anak sampai dengan orang dewasa. Setiap individu dan kelompok (baik itu kelompok berskala kecil maupun besar) membutuhkan daya saing, agar mampu tetap survive dan muncul sebagai pemenang di tengah kerasnya arus persaingan menuju hasil yang lebih baik, lebih cepat dan lebih bermakna.
Untuk memenangkan persaingan yang kian meng-global itu diperlukan inteligensi (kecerdasan). Dunia membutuhkan orang-orang cerdas, orang-orang yang bisa mandiri dan juga mampu memandirikan orang lain. Di Indonesia, bukannya tidak ada orang pintar, juga tidak kekurangan orang pintar, banyak lulusan dalam dan luar negeri dengan prestasi gemilang, namun persoalannya yang mampu belum tentu mau dan yang mau belum tentu mampu. Itulah sebabnya diperlukan pendidikan, sementara pendidikan yang dilakukan selama ini, terbukti belum mampu memberikan sumbangsih yang berarti bagi orang banyak. Fenomena yang terjadi, orang pintar tapi tindakannya merugikan orang lain (koruptor, manipulasi data, merusak sumber daya alam, merusak hutan, dsb). Alih-alih mengamalkan ilmunya bagi sesama, yang terjadi malah merugikan sesama.
Manusia adalah makhluk individu tapi sekaligus juga makhluk sosial. Kedua hal ini integratif dalam hidup setiap orang. Oleh karena itu, sebagai usaha sadar dan sengaja, pendidikan haruslah mengupayakan pemerkayaan hidup manusia secara utuh, baik dimensi intelek, sosial maupun rohani. Pendidikan merupakan proses seumur hidup, dan pada dasarnya pendidikan bertujuan untuk meningkatkan taraf hidup manusia. Pendidikan adalah usaha untuk ‘memanusiakan manusia’.
Secara umum, pendidikan di Indonesia lebih menekankan aspek kognitif. Peserta didik hanya ‘diberi makan’ tanpa pernah memahami ‘alasan dia makan’. Padahal ada tiga ranah dalam pendidikan, yakni kognitif, afektif dan psikomotorik. Kalau saja para pendidik mau memahami dan menerapkan student centered learning (SCL) dalam proses belajar mengajar (PBM) tentu ia dapat menggali dan menemukan potensi peserta didiknya secara luar biasa, karena pada hakekatnya tiap anak manusia terlahir ke dunia (dalam kondisi normal), pasti ia sudah mempunyai berbagai kecerdasan, karena kecerdasan adalah majemuk dan merupakan aspek bawaan seseorang.
Pada tahun 1980, seorang neuropsikolog Dr. Roger W. Sperry (California Institute of Technology) menemukan bahwa potensi kecerdasan manusia adalah aspek bawaan seseorang dan terlihat pada kedua belahan/bagian otak yang dimilikinya. Belahan otak kiri dan otak kanan seseorang mempunyai fungsi spesialisasi sendiri, dengan adanya penemuan ini otak dapat dipetakan fungsinya, dari pemetaan otak tersebut kecerdasan seseorang dapat di analisa lebih dalam.
Penelitian Sperry, psikolog asal Amerika, mengenai dua sisi otak mengantarnya menerima hadiah nobel. Ia dan rekan sepenelitian telah menemukan bahwa belahan otak kiri umumnya berurusan dengan berbagai wilayah mental berikut:
- Kata – kata
- Logika
- Angka
- Urutan
- Linearitas
- Analisis
- Daftar
Sebaliknya belahan otak kanan biasa berurusan dengan berbagai kegiatan mental lain berikut ini:
- Irama
- Kesadaran ruang
- Kesadaran holistic
- Daya khayal
- Melamun
- Warna
- Dimensi
Jelaslah kiranya bahwa kemampuan berpikir logis, sistematis, realistis, adalah cara berpikir vertikal yang merupakan fungsi otak kiri, sedangkan kemampuan berpikir intuitif, emosional, kritis, sintesis, adalah cara berpikir lateral yang merupakan fungsi otak kanan. Kita semua membutuhkan keseimbangan otak kiri dan otak kanan.
Berikut ini dapat dicermati gambar fungsi otak berdasarkan belahan kiri dan kanan:
Sedangkan Prof. Howard Gardener seorang ahli riset dari Amerika mengembangkan model kecerdasan ‘multiple intelligence’ (bermacam-macam kecerdasan). Ia mengatakan bahwa setiap orang memiliki bermacam-macam kecerdasan, tetapi dengan kadar pengembangan yang berbeda. Yang dimaksud kecerdasan menurut Gardener adalah suatu kumpulan kemampuan atau keterampilan yang dapat ditumbuhkembangkan secara terus-menerus, dan dalam setiap diri manusia ada 8 macam kecerdasan, yaitu:
- Kecerdasan linguistik
- Kecerdasan logik matematik
- Kecerdasan visual dan spasial
- Kecerdasan musik
- Kecerdasan kinestetik
- Kecerdasan intrapersonal
- Kecerdasan interpersonal
- Kecerdasan naturalis.
Lain pula dengan Tony Buzan (Head First, 2003), bahwa dalam diri seseorang terdapat 10 macam kecerdasan, yakni:
- Kecerdasan kreatif
- Kecerdasan pribadi
- Kecerdasan sosial
- Kecerdasan spiritul
- Kecerdasan jasmaniah
- Kecerdasan indrawi
- Kecerdasan seksual
- Kecerdasan numerik
- Kecerdasan spasial
- Kecerdasan verbal.
Selanjutnya, di dalam otak manusia terdapat 9 fungsi otak yang dapat dilihat dan diukur melalui test pola sidik jari (fingerprint assessment) dan sekaligus menentukan fungsi mana yang paling kuat. Adapun 9 fungsi tersebut adalah fungsi: (1) daya ingat (memory); (2) asosiasi (association); (3) pemahaman (comprehension); (4) pengambilan keputusan (judgement); (5) sebab dan akibat (reasoning); (6) konseptualisasi (conceptualization); (7) kemauan (volition); intuisi (intuision); (9) kreativitas (creativity). Dari ke 9 fungsi tersebut kita dapat mengetahui bagaimana proses berpikir seseorang (Ary Suta, dkk, 2011).
Ada 3 macam proses berpikir seseorang, yakni:
- Horizontal thinking (banyaknya pengetahuan); proses berpikir yang berhubungan dengan cara bagaimana kita dapat mengetahui banyak hal, alokasi pikir ini lebih mengutamakan kekuatan dari daya ingat, asosiasi dan pemahaman.
- Vertical thinking (dalamnya penguasaan pengetahuan); proses berpikir yang berhubungan dengan cara bagaimana kita mendalami atau menganalisa sesuatu hal, alokasi pikir ini lebih mengutamakan kemampuan memahami konsep, klasifikasi.
- Abstract thinking (kemampuan mengimajinasikan); proses berpikir yang berhubungan dengan cara bagaimana kita mengimajinasi apa yang sudah kita ketahui dan apa yang sudah kita dalami dan kita implementasikan, alokasi pikir ini akan memiliki pola kemampuan, intuisi dan kreativitas yang baik.
Dari ketiga proses berpikir tersebut, kita akan semakin menyadari bahwa seseorang melalui pola sidik jarinya memiliki bakat bawaan dalam proses berfikirnya, perubahan dan pengembangan yang terjadi dari cara berfikir seseorang karena aspek nuture yang terkait dengan pola asuh, pola pendidikan dan pola interaksi lingkungan terdekat.
Manfaat yang diperoleh dengan memahami pola berfikir ini adalah kita akan memahami bagaimana peta pikiran seseorang, baik sejawat, partner dan anak kita, kekuatan dalam memory, memahami, mempelajari sesuatu, daya juang yang dimiliki, kreativitas dan daya analisisnya. Dari distribusi pikiran dan mental ini, ada banyak hal yang dapat digali sehingga pemahaman kita terhadap seseorang semakin tajam.
Tes pola sidik jari (fingerprint assessment) tidak terkait dengan tingkat kecerdasan seseorang, tetapi akan mengungkap pola distribusi kognisi, sifat bawaan lahir dan kecerdasan majemuk yang dimilikinya. Adapun pembentukan pola sidik jari pada manusia itu dimulai pada saat janin berusia 13 minggu dan dalam waktu tersebut bersamaan dengan proses pembentukan otak manusia (Ary Suta, dkk, 2011).
Namun setidaknya dengan mengetahui sifat bawaan lahir dan kecerdasan majemuk seseorang, kita akan lebih dapat membawa diri/menempatkan diri dalam pergaulan antarmanusia yang memiliki inteligensi cerdas karena memiliki otak dengan dua belahan kiri dan kanan yang masing-masingnya mempunyai fungsi yang saling melengkapi. Bila keduanya berdialog, berpadu, bersinergi, dialah manusia kreatitif yang diciptakan Sang Kreator (Tuhan).
Menurut Kamus Lengkap Psikologi (Chaplin, 2005), inteligensi adalah:
- Kemampuan menghadapi dan menyesuaikan diri terhadap situasi baru secara cepat dan efektif.
- Kemampuan menggunakan konsep abstrak secara efektif.
- Kemampuan memahami pertalian-pertalian dan belajar dengan cepat.
Dan ……………….. ketahuilah bahwa setiap otak manusia terkandung potensi jenius, hanya menunggu pemiliknya untuk menemukan dan menggunakannya!!!
Pada akhirnya istilah “si OKI dan si OKA” adalah: Fungsi Otak Kiri dan Fungsi Otak Kanan manusia, yang senantiasa perlu diasah terus-menerus hingga tajam (sharpen the saw), siap belajar seumur hidup (lifelong learning).
Catatan: si = fungsi – O = otak – KI = kiri – KA = kanan.
“Optimalkan Kekuatan Otak Anda ……………………. sekarang juga!!!”
Jakarta, 11.10.2011.