“Si OKI & Si OKA”

 

Begitu hebatnya Sang pencipta, IA menciptakan manusia sempurna adanya. Semua ciptaanNYA adalah baik, tetapi yang terbaik adalah manusia. Manusia diciptakan sesuai gambar dan citra Allah, lalu dihembusi nafas kehidupan. Manusia dilengkapi dengan mata, sebuah kamera yang tidak harus diganti-ganti lensanya; hidung, yang membedakan manusia dengan robot, karena robot tidak punya penciuman; jantung, yang sanggup memompakan darah ke seluruh tubuh; hati; ginjal; paru-paru dan masih banyak lagi. Dan otak merupakan komputer ciptaan Tuhan yang dianugerahkan kepada manusia dan tentu saja otak manusia jauh lebih dahsyat dibanding dengan komputer yang paling canggih sekalipun.

Kiranya tak perlu dipertanyakan lagi bahwa otak manusia memang amat sangat menakjubkan. Kecerdasan otak manusia benar-benar tidak akan kalah dengan kecerdasan komputer yang ditumpuk-tumpuk membentuk sebesar satu blok bangunan yang tingginya sama dengan jarak bumi ke bulan! Dan abad ke-21 ini memang layak disebut Abad Otak, dan milenium ketiga menjadi Milenium Pikiran.

Pada dekade 1950-an, Allan Turing, penemu komputer, menantang industri komputer untuk menciptakan mesin secerdas manusia. Sampai dengan kini tantangan itu tinggallah tantangan, sebab tidak menemukan jawabannya, karena manusia mempunyai berbagai kecerdasan yang dianugerahkan Sang Pencipta secara luar biasa pintarnya. Sayangnya, manusia baru menggunakan kecerdasan itu sebagian kecil saja (kurang dari satu persen, Buzan, 2003). Dengan kata lain, masih ada 99% nya  lagi yang belum digunakan. Ajaib, orang yang sungguh-sungguh cerdas bukanlah orang yang sekedar mampu/mahir dengan urusan angka dan kata, manusia dapat bereaksi secara ‘cerdas’ terhadap segala kesempatan, rangsangan, dan masalah yang disajikan oleh lingkungan sekitarnya.

Mengutip perkataan Sir Winston Churchill, ‘kemaharajaan masa depan adalah kemaharajaan pikiran’. Dunia berubah dengan laju semakin kencang; kehidupan masyarakat dan perekonomian menjadi lebih kompleks; sifat dasar pekerjaan berubah sangat pesat; jenis-jenis pekerjaan menghilang dengan kecepatan tak terbayangkan; masa lalu semakin tidak dapat dijadikan pedoman bagi masa depan; dan inilah jaman ketidakpastian!

Pekerjaan yang paling bernilai di masa depan adalah ‘pekerjaan otak’ atau pekerjaan yang memerlukan bakat yang besar dan terlatih. Keberhasilan pada abad ke-21 akan tergantung terutama pada sejauh mana manusia mengembangkan keterampilan-keterampilan yang tepat untuk menguasai kekuatan kecepatan, kompleksitas, dan ketidakpastian, yang saling berhubungan satu sama lain. Keterampilan seseorang mungkin memadai untuk masa sekarang, akan tetapi keterampilan itu akan segera menjadi usang di masa depan.

Berlalunya begitu cepat sehingga kadang-kadang membuat manusia terperangah, terutama bagi mereka yang menyukai tinggal di zona nyaman. Perkembangan di segala bidang sangat mempengaruhi aspek kehidupan manusia, mulai dari anak-anak sampai dengan orang dewasa. Setiap individu dan kelompok (baik itu kelompok berskala kecil maupun besar) membutuhkan daya saing, agar mampu tetap survive dan muncul sebagai pemenang di tengah kerasnya arus persaingan menuju hasil yang lebih baik, lebih cepat dan lebih bermakna.

Untuk memenangkan persaingan yang kian meng-global itu diperlukan inteligensi (kecerdasan). Dunia membutuhkan orang-orang cerdas, orang-orang yang bisa mandiri dan juga mampu memandirikan orang lain. Di Indonesia, bukannya tidak ada orang pintar, juga tidak kekurangan orang pintar, banyak lulusan dalam dan luar negeri dengan prestasi gemilang, namun persoalannya yang mampu belum tentu mau dan yang mau belum tentu mampu. Itulah sebabnya diperlukan pendidikan, sementara pendidikan yang dilakukan selama ini, terbukti belum mampu memberikan sumbangsih yang berarti bagi orang banyak. Fenomena yang terjadi, orang pintar tapi tindakannya merugikan orang lain (koruptor, manipulasi data, merusak sumber daya alam, merusak hutan, dsb). Alih-alih mengamalkan ilmunya bagi sesama, yang terjadi malah merugikan sesama.

Manusia adalah makhluk individu tapi sekaligus juga makhluk sosial. Kedua hal ini integratif dalam hidup setiap orang. Oleh karena itu, sebagai usaha sadar dan sengaja, pendidikan haruslah mengupayakan pemerkayaan hidup manusia secara utuh, baik dimensi intelek, sosial maupun rohani. Pendidikan merupakan proses seumur hidup, dan pada dasarnya pendidikan bertujuan untuk meningkatkan taraf hidup manusia. Pendidikan adalah usaha untuk ‘memanusiakan manusia’.

Secara umum, pendidikan di Indonesia lebih menekankan aspek kognitif. Peserta didik hanya ‘diberi makan’ tanpa pernah memahami ‘alasan dia makan’. Padahal ada tiga ranah dalam pendidikan, yakni kognitif, afektif dan psikomotorik. Kalau saja para pendidik mau memahami dan menerapkan student centered learning (SCL) dalam proses belajar mengajar (PBM) tentu ia dapat menggali dan menemukan potensi peserta didiknya secara luar biasa, karena pada hakekatnya tiap anak manusia terlahir ke dunia (dalam kondisi normal), pasti ia sudah mempunyai berbagai kecerdasan, karena kecerdasan adalah majemuk dan merupakan aspek bawaan seseorang.

Pada tahun 1980, seorang neuropsikolog Dr. Roger W. Sperry (California Institute of Technology) menemukan bahwa potensi kecerdasan manusia adalah aspek bawaan seseorang dan terlihat pada kedua belahan/bagian otak yang dimilikinya. Belahan otak kiri dan otak kanan seseorang mempunyai fungsi spesialisasi sendiri, dengan adanya penemuan ini otak dapat dipetakan fungsinya, dari pemetaan otak tersebut kecerdasan seseorang dapat di analisa lebih dalam.

Penelitian Sperry, psikolog asal Amerika, mengenai dua sisi otak mengantarnya menerima hadiah nobel. Ia dan rekan sepenelitian telah menemukan bahwa belahan otak kiri umumnya berurusan dengan berbagai wilayah mental berikut:

  • Kata – kata
  • Logika
  • Angka
  • Urutan
  • Linearitas
  • Analisis
  • Daftar

Sebaliknya belahan otak kanan biasa berurusan dengan berbagai kegiatan mental lain berikut ini:

  • Irama
  • Kesadaran ruang
  • Kesadaran holistic
  • Daya khayal
  • Melamun
  • Warna
  • Dimensi

Jelaslah kiranya bahwa kemampuan berpikir logis, sistematis, realistis, adalah cara berpikir vertikal yang merupakan fungsi otak kiri, sedangkan kemampuan berpikir intuitif, emosional, kritis, sintesis, adalah cara berpikir lateral yang merupakan fungsi otak kanan. Kita semua membutuhkan keseimbangan otak kiri dan otak kanan.

Berikut ini dapat dicermati gambar fungsi otak berdasarkan belahan kiri dan kanan:

Sedangkan Prof. Howard Gardener seorang ahli riset dari Amerika mengembangkan model kecerdasan ‘multiple intelligence’ (bermacam-macam kecerdasan). Ia mengatakan bahwa setiap orang memiliki bermacam-macam kecerdasan, tetapi dengan kadar pengembangan yang berbeda. Yang dimaksud kecerdasan menurut Gardener adalah suatu kumpulan kemampuan atau keterampilan yang dapat ditumbuhkembangkan secara terus-menerus, dan dalam setiap diri manusia ada 8 macam kecerdasan, yaitu:

  1. Kecerdasan linguistik
  2. Kecerdasan logik matematik
  3. Kecerdasan visual dan spasial
  4. Kecerdasan musik
  5. Kecerdasan kinestetik
  6. Kecerdasan intrapersonal
  7. Kecerdasan interpersonal
  8. Kecerdasan naturalis.

Lain pula dengan Tony Buzan (Head First, 2003), bahwa dalam diri seseorang terdapat 10 macam kecerdasan, yakni:

  1. Kecerdasan kreatif
  2. Kecerdasan pribadi
  3. Kecerdasan sosial
  4. Kecerdasan spiritul
  5. Kecerdasan jasmaniah
  6. Kecerdasan indrawi
  7. Kecerdasan seksual
  8. Kecerdasan numerik
  9. Kecerdasan spasial
  10. Kecerdasan verbal.

Selanjutnya, di dalam otak manusia terdapat 9 fungsi otak yang dapat dilihat dan diukur melalui test pola sidik jari (fingerprint assessment) dan sekaligus menentukan fungsi mana yang paling kuat. Adapun 9 fungsi tersebut adalah fungsi: (1) daya ingat (memory); (2) asosiasi (association); (3) pemahaman (comprehension); (4) pengambilan keputusan (judgement); (5) sebab dan akibat (reasoning); (6) konseptualisasi (conceptualization); (7) kemauan (volition); intuisi (intuision); (9) kreativitas (creativity). Dari ke 9 fungsi tersebut kita dapat mengetahui bagaimana proses berpikir seseorang (Ary Suta, dkk, 2011).

Ada 3 macam proses berpikir seseorang, yakni:

  1. Horizontal thinking (banyaknya pengetahuan); proses berpikir yang berhubungan dengan cara bagaimana kita dapat mengetahui banyak hal, alokasi pikir ini lebih mengutamakan kekuatan dari daya ingat, asosiasi dan pemahaman.
  2. Vertical thinking (dalamnya penguasaan pengetahuan); proses berpikir yang berhubungan dengan cara bagaimana kita mendalami atau menganalisa sesuatu hal, alokasi pikir ini lebih mengutamakan kemampuan memahami konsep, klasifikasi.
  3. Abstract thinking (kemampuan mengimajinasikan); proses berpikir yang berhubungan dengan cara bagaimana kita mengimajinasi apa yang sudah kita ketahui dan apa yang sudah kita dalami dan kita implementasikan, alokasi pikir ini akan memiliki pola kemampuan, intuisi dan kreativitas yang baik.

Dari ketiga proses berpikir tersebut, kita akan semakin menyadari bahwa seseorang melalui pola sidik jarinya memiliki bakat bawaan dalam proses berfikirnya, perubahan dan pengembangan yang terjadi dari cara berfikir seseorang karena aspek nuture yang terkait dengan pola asuh, pola pendidikan dan pola interaksi lingkungan terdekat.

Manfaat yang diperoleh dengan memahami pola berfikir ini adalah kita akan memahami bagaimana peta pikiran seseorang, baik sejawat, partner dan anak kita, kekuatan dalam memory, memahami, mempelajari sesuatu, daya juang yang dimiliki, kreativitas dan daya analisisnya. Dari distribusi pikiran dan mental ini, ada banyak hal yang dapat digali sehingga pemahaman kita terhadap seseorang semakin tajam.

Tes pola sidik jari (fingerprint assessment) tidak terkait dengan tingkat kecerdasan seseorang, tetapi akan mengungkap pola distribusi kognisi, sifat bawaan lahir dan kecerdasan majemuk yang dimilikinya. Adapun pembentukan pola sidik jari pada manusia itu dimulai pada saat janin berusia 13 minggu dan dalam waktu tersebut bersamaan dengan proses pembentukan otak manusia (Ary Suta, dkk, 2011).

Namun setidaknya dengan mengetahui sifat bawaan lahir dan kecerdasan majemuk seseorang, kita akan lebih dapat membawa diri/menempatkan diri dalam pergaulan antarmanusia yang memiliki inteligensi cerdas karena memiliki otak dengan dua belahan kiri dan kanan yang masing-masingnya mempunyai fungsi yang saling melengkapi. Bila keduanya berdialog, berpadu, bersinergi, dialah manusia kreatitif yang diciptakan Sang Kreator (Tuhan).

Menurut Kamus Lengkap Psikologi (Chaplin, 2005), inteligensi adalah:

  1. Kemampuan menghadapi dan menyesuaikan diri terhadap situasi baru secara cepat dan efektif.
  2. Kemampuan menggunakan konsep abstrak secara efektif.
  3. Kemampuan memahami pertalian-pertalian dan belajar dengan cepat.

Dan ………………..  ketahuilah bahwa setiap otak manusia terkandung potensi jenius, hanya menunggu pemiliknya untuk menemukan dan menggunakannya!!!

Pada akhirnya istilah “si OKI dan si OKA” adalah: Fungsi Otak Kiri dan Fungsi Otak Kanan manusia, yang senantiasa perlu diasah terus-menerus hingga tajam (sharpen the saw), siap belajar seumur hidup (lifelong learning).

Catatan: si = fungsi – O = otak – KI = kiri – KA = kanan.

 

“Optimalkan Kekuatan Otak Anda ……………………. sekarang juga!!!”

 

Jakarta, 11.10.2011.

Posted in Uncategorized | Leave a comment

Si JUJUR dan Si JUMI

 

Alkisah; Si Jujur adalah pemuda ganteng, penampilannya cukup sedap dipandang, apalagi oleh lawan jenisnya. Perawakan yang tinggi, tegap dan wajah tampan semua ada padanya. Sedangkan si Jumi adalah gadis manis, periang, gaul dan cerdas pula.

Keduanya berhasil menjalin cinta dan berujung di pelaminan. Hari-hari bahagia dilaluinya dengan cara hidup yang sederhana, maklum mereka adalah anak desa yang masih polos, belum banyak tersentuh dengan glamournya cara hidup metropolitan.

Si Jujur tiap harinya bekerja sebagai pengumpul kayu bakar, keluar masuk hutan dan kemudian membawa hasil kerjanya ke pasar. Demikian juga dengan si Jumi, ibu rumah tangga yang sangat sederhana, tanpa banyak tuntutan, yang ada adalah kepatuhan kepada suami dan rajin bekerja sebagai ibu rumah tangga sehari-hari.

Suatu hari si Jujur seperti biasa ke hutan dan memotong kayu, kayu yang menjadi targetnya adalah sisa pangkal kayu dari pohon yang habis ditebang dan kebetulan banget letaknya ada di tepian jurang yang cukup dalam.

Dengan semangat yang luar biasa si Jujur mengayunkan kapaknya, sehingga potongan kayu cepat terkumpul. Mengingat hari belum terlalu senja, si Jujur mengayunkan kapaknya barang dua atau tiga kali lagi, dan ……….. pada ayunan yang ke tiga ……………. lepaslah mata kapak dan jatuh ke dalam jurang.

Menangislah si Jujur tersedu-sedu,  sebab hanya itulah kapak satu-satunya yang ia miliki. Didorong rasa lelah, lapar, ingin segera pulang mengadu kepada istrinya, maka ia berdoa. Dan …….. secara ajaib ibu Peri turun dari langit dan menawarkan bantuan. Kontan wajah si Jujur berseri-seri dan mulut komat-kamit memohon agar ibu Peri berkenan mengambilkan kapaknya.

Pertama: ibu Peri mengambil dan menyerahkan kapak emas berkilauan dan …….. si Jujur mengatakan maaf, bukan itu kapak Jujur ibu Peri, kapak Jujur terbuat dari besi.

Kedua: ibu Peri mengambil dan menyerahkan kapak perak putih mengkilat dan ………  kembali si Jujur mengatakan maaf, bukan itu kapak Jujur ibu Peri, kapak jujur terbuat dari besi.

Ketiga:  ibu Peri mengambil dan menyerahkan kapak asli si Jujur yang terbuat dari besi dan ………. dengan berteriak sambil meloncat kegirangan si Jujur mengatakan betul …………. betul ibu Peri, terimakasih dan bergegaslah si Jujur pulang ke rumah.

Sesampai di rumah diceriterakanlah hal ikhwal yang telah menimpa dirinya. Si Jumi menyimak cerita si Jujur dengan khidmat dan sangat memahami. Lalu …… kata si Jumi, akang tolonglah aku besok diajak ketemu ibu Peri yang baik hati itu untuk mengucapkan syukur dan terimakasih yang sebesar-besarnya.

Ide bagus kata si Jujur spontan dan ……… bergegaslah mereka pagi-pagi benar menuju tempat jatuhnya kapak dan berdirinya ibu Peri di tepian jurang itu.

Ketika sampai di tempat, dengan bersemangat si Jujur me-reka ulang kejadian jatuhnya kapak dan tidak disangka-sangka si Jumi terperosok jatuh ke jurang yang dalam itu.

Kontan berteriak dan menangislah si Jujur meraung-raung, sambil tak lupa memohon sekali lagi kepada ibu Peri agar istri tercintanya diangkat ke atas.

Mendengar suara itu ibalah hati ibu Peri dan seperti biasa ibu Peri tampak cantik bersinar-sinar anggun dan mempesona.

Entah iblis mana yang merasuk ke hati si Jujur , langsung ia berucap: ‘biarlah dia tinggal di dalam jurang dan mari kita pulang, sambil menggandeng/memeluk mesra ibu Peri, tingkah polah si Jujur berlagak pahlawan yang baru saja meraih kemenangan telak!!!’

Itukah yang namanya sebuah kejujuran Saudara?

Dimanakah arti sebuah kejujuran Saudara?

Masih adakah kejujuran itu Saudara?

Ya a a a……. ampun, kemana kejujuran harus ku cari, kepada siapa aku harus mengadu jika ada ketidakjujuran. Masih adalah kejujuran di bumi Indonesia tercinta ini? Atau ………… semua sudah sirna, musnah, tiada berbekas, sehingga berteriak-teriak tentang kejujuran seperti orang berteriak di padang pasir, percuma, lelah, bosan, tiada hasil, nihil, omong kosong!

Aduh Gusti ……………. Engkau penguasa tunggal dunia dan segala isi di dalamnya, ampuni hambaMu ini, hamba yakin Engkau maha pengampun dan maha pemurah, serta pengasih dan penyayang, selamatkan negeriku Indonesia.

Dengan darah dan air mata pertiwi ini dimenangkan, dengan keberanian dan tekad bulat dan kemauan keras untuk menjadi bangsa yang berdaulat negeri ini diproklamirkan.

Aku ingin bangsaku ini berdaulat dalam politik, berdikari dalam ekonomi dan berkepribadian dalam budaya, sebagaimana Bung Karno ajarkan.

Oleh karena itu hentikan segera, ya sesegeraaa mungkin ketidakjujuran, kepalsuan, kebohongan, korupsi, kemiskinan, kepapaan. Bangkit dan bersatulah wahai bangsaku, bangsa yang besar, selagi Allah masih mau mendengar doa-doa kita.

Jangan lagi politik runtuh karena ketidakjujuran, ekonomi ambruk gara-gara korupsi merajalela, tumbuh subur dan liar, bagai ilalang yang mematikan harumnya rumput segar dan berembun di pagi hari. Ketidakadilan membakar dan memusnahkan sendi-sendi kejujuran, keadilan hanyalah euphoria belaka, di awang-awang dan sama sekali tidak membumi. Penindasan kaum proletar semakin menjadi-jadi, rakyat miskin bertambah melarat dan sengsara, sementara ‘si kaya’ semakin ‘rakus’ saja memutarbalikkan fakta dan data, dan masih banyak lagi jenisnya.

Hentikan!!! Ya hentikan sekarang juga, tidak ada kata lain yang paling tepat untuk balik menjadi manusia fitri di hari nan fitri seperti sekarang ini, yang dimulai dari diri sendiri masing-masing.

Mungkin saja, ketika kita melakukan ketidakjujuran, pada saat itu kita memperoleh keuntungan pribadi, namun percayalah kalau hal ini tidak akan kekal. Karena ketidakjujuran pada akhirnya akan selalu menghasilkan buah yang pahit, berujung kesengsaraan, jika ketangkap menjadi penghuni ruang sempit berjeruji besi, sumpek, pengap, nama buruk, citra hancur, dan penderitaan serta penderitaan, terpisah dari keluarga tercinta, anak – istri/suami – orangtua dan sanak keluarga.

Ingat saudara,“membangun citra membutuhkan waktu puluhan tahun, namun meruntuhkan citra cukup hanya dengan ukuran menit saja!!!”

Apa artinya rumah mewah, mobil  mewah, kantor mewah, kehormatan. Semua  harus ditinggalkan, apa guna menumpuk harta di dunia dengan melakukan ketidakjujuran, kecurangan, keserakahan; bukankah semua manusia tahu bahwa Sang Khalik itu maha tahu, maha melihat, maha mendengar, dan maha segalanya, karena semua otoritas ada di tanganNya?

Bisa dipercaya dan bisa mempercayai adalah kunci menuju keberhasilan, namun sayangnya manusia lebih memilih jalan pintas, egois, serakah, seolah mau menumpuk harta untuk  tujuh turunan atau mau hidup seribu tahun lagi. Padahal satu menit ke depan tak seorangpun yang tahu.

Karenanya, mari mulai sekarang juga kita rela menerapkan kejujuran yang dibarengi dengan Kemauan, Kemampuan dan Ketulusan (3K). Pegang teguh nilai-nilai moral dan etika, karena di dalamnya termasuk kejujuran. Selama nafas hidup masih diberikan Sang Pencipta kepada kita, itulah kesempatan untuk kita berbuat kebajikan, saling menghormati, saling menghargai dan saling memperlakukan orang lain sebagaimana kita ingin diperlakukan, mengasihi Tuhan dan mengasihi sesama manusia dengan sebulat hati, pasti diberkati, amin.

Posted in Uncategorized | Leave a comment

DOA SAJA BELUM CUKUP !!!

 

Rencana Allah dari semula sudah Allah jelaskan dalam Kitab Kejadian 1:26, yang berkata, berfirmanlah Allah: ‘Baiklah kita menjadikan manusia menurut gambar dan rupaNYA, menurut peta dan teladanNYA’ (Our Images). Sungguh luar biasa karunia yang Allah berikan atas pribadi kita, karenanya kita patut mengucap syukur atasnya.

Allah menginginkan kita menjadi bersifat seperti Allah, yaitu nilai-nilai hidup kita, sifat kita, sikap dan perilaku kita dalam hidup sehari-hari yang mencerminkan kemuliaan Tuhan.

Cahaya kemuliaan Allah dapat kita lihat dari pribadi Yesus melalui keteladanan hidupNYA selama kurang lebih 33 tahun di muka bumi ini. Inilah yang Alllah mau, kita harus meneladani kehidupan Yesus sehari-hari, baik kasihNYA, kesetiaanNYA, ketekunanNYA, kesabaranNYA, kelemahlembutanNYA, kesederhanaanNYA, bahkan pengorbananNYA.

Sebagai anak-anakNYA kita bisa datang kapan saja dan di mana saja kepada Bapa yang begitu peduli kepada kita. Kita boleh meminta apa saja dan IA tidak akan memberikan ular beracun kepada yang minta roti.

Yakobus 6:51 Yesus mengatakan, ‘Akulah roti hidup yang turun dari sorga, jika seorang makan dari roti ini, ia akan hidup selama-lamanya, dan roti yang KU berikan itu ialah dagingKU; yang akan KU berikan untuk hidup dunia’. Kalau kita percaya DIA lah roti hidup, maka kita tidak akan takut dalam menjalani hidup ini.

‘AKU lah roti hidup’. Apa maksudnya? Epilognya adalah bahwa Tuhan menyediakan kebutuhan manusia, bukan saja jasmani tetapi kebutuhan rohani. Persoalan kebutuhan jasmani adalah masalah ‘kecil’ bagiNYA. Namun fenomena yang kita hadapi sehari-hari di sekitar kita adalah berita tentang kelaparan yang menerpa dunia termasuk Indonesia; terjadinya kesenjangan yang menganga antara ‘si kaya’ dan ‘si miskin’.

Di bumi yang limpah ruah kekayaan alamnya seperti Indonesia, sampai ada musisi era tahun 80 an yang melantunkan: ‘bukan lautan tapi kolam susu, kail dan jala menghidupimu; tongkat kayu dan batu jadi tanaman, ………. dan seterusnya!’

Ironis kenyataannya, pengemis dan gelandangan menyebar ke mana-mana, mulai dari anak-anak yang belum bisa berlogika sampai pada usia manula berkeliaran di jalan-jalan di lampu-lampu lalu lintas, di perempatan jalan menengadahkan tangan/meminta-minta dan jika tidak terpenuhi keinginannya menghamburlah sumpah serapah ke luar dari mulutnya dan masih banyak lagi.

Wahai bangsa ku, umat Tuhan, sesama manusia; mengapa kau lakukan semua itu? ‘Sudah miskin, pandai mencaci maki lagi’ Ingat, dari satu mulut yang sama, bisa ke luar berkat dan juga bisa ke luar kutuk, dan jelas terlebih berkat berkata-kata baik/bijak dari pada memaki-maki yang tak elok itu.

Bertobatlah, mulai hidup baru, beribadah, tekun berdoa dan selalu berusaha, karena doa tanpa usaha hasilnya tidak ada dan usaha tanpa dibarengi doa juga sia-sia. Tuhan tidak meridhoi orang malas. Justru IA mengatakan: ‘hai pemalas, janganlah engkau makan!’. Tidak makan berarti orang bisa mati.

Tuhan pun selalu mencontohkan untuk manusia rajin. Kitab Amsal mengatakan: ‘belajarlah dari semut!’. Karena sifat semut yang dapat kita pelajari adalah rajin, suka bergotong-royong dan mau saling memberi hormat. Hal-hal yang semut kerjakan itu lah yang kini nyaris sirna bagi manusia.

Jika manusia punya kekuasaan, ia cenderung menyalahgunakan kekuasaannya, misalnya dengan memperkaya diri sendiri atau keluarganya atau golongannya. Betul juga ya yang disebut orang ‘Power tend corrupt’ itu.

Kalau dulu, motivasi orang mengikut Yesus, berbondong-bondong ke sana kemari sampai lupa waktu karena mengharapkan makanan (roti). Ada kisah tentang 5 roti dan 2 ikan dan sederet peristiwa lain seputar menjadi pengikut hanya karena perut.

Sampai kini yang masih sering kita jumpai, massa membludak karena perlu uang atau selembar kaos atau sekedar nasi bungkus, lalu rela ber demo, anarkhis, seram dan menakutkan!.

Mau jadi apa bangsa  ini, apa yang dapat dicontohkan kepada generasi penerus nanti, mau ke mana arah negara? Dari tataran lembaga tertinggi dan tinggi negara sampai kepada yang terendah sekalipun terjadi hal-hal yang membuat kita miris melihat dan mendengarnya serta menyaksikannya. Masih adakah mereka yang rajin bekerja dan juga tekun berdoa, sebagaima semboyan ‘ora et labora’.

Di akhir tulisan ini penulis sangat menyadari dan sekaligus menghimbau seluruh manusia yang menghuni bumi ini untuk senantiasa rajin bekerja dan tekun berdoa, karena menurut hemat penulis, bekerja tanpa berdoa adalah sia-sia, dan berdoa saja juga belum cukup. Percayalah, sebab ada tertulis Tenanglah! AKU ini, jangan takut! (Matius 14:27).

Posted in Uncategorized | Leave a comment

JADILAH SI CEPAT !

JADILAH SI CEPAT !

DENGAN BERPIKIR CEPAT DAN BERTINDAK CEPAT

Ini adalah kata kunci untuk “nyebur” (masuk) di dunia tanpa batas (globalisasi).Tidak bisa ditawar, tidak bisa ditunda, apalagi ditiadakan. Lalu seperti apa yang dimaksud dengan menjadi si cepat itu?

Penulis punya prinsip, dalam segala hal hendaklah kita memegang semangat:

Datang …………….. L I H A T

Pikir ………………… C E P A T

Analisa …………….. T E P A T

Kerjakan ………….. G I A T

Keputusan ………… A K U R A T

Huruf  A T dengan warna merah penulis maksudkan  A = Action dan  T = Time, yang  maknanya  Time to Action,  sekaranglah  waktunya   kita   untuk   Action/ bertindak; sebab kalau “melulu” bicara = NATO (No Action Talk Only); kalau “melulu” alasan = NARO (No Action Reason Only); kalau “melulu” bermimpi = NADO (No Action Dream Only).

Kita memang harus punya mimpi, bermimpilah yang sebesar-besarnya, supaya kita lebih bergairah dalam mencapainya. Semua berawal dari mimpi. Namun yang penulis maksudkan: ‘Marilah kita bermimpi!’. Kalau biasanya orang bermimpi dalam keadaan tidur, maka penulis katakan: ‘Bermimpilah dalam keadaan sadar, sehingga kita bisa beraksi’, sebab jika kita hanya mimpi dalam keadaan tidur, maka setelah bangun, tidak ada apa-apa yang kita peroleh bukan? Nah bermimpilah sewaktu kita sadar/tidak tidur!

Contoh: Disney Land di Amerika yang begitu besar, indah, manfaat, dapat menghibur banyak orang, itu berwal dari sebuah angan-angan.

Itu di Amerika (jauh), di Jakarta (tidak jauh-jauh), Taman Impian Jaya Ancol. Dulunya dikenal orang sebagai tempat jin buang anak, tapi apa yang kita saksikan kini? Taman Impian Jaya Ancol adalah tempat rekreasi yang mendidik, menantang, indah dan mengagumkan, yang menghasilkan milyaran rupiah per hari ketika masa-masa liburan.

Oleh  karena itu jika anda punya ide/gagasan, segeralah bertindak/action, jangan buang-buang waktu. Karena menurut hemat penulis: ‘waktu tidak hanya sekedar uang, tetapi waktu adalah nyawa!’. Waktu adalah otoritas Tuhan, DIA lah yang empunya waktu, manusia hanya bisa merencanakan, Tuhan jualah yang menentukan segala-galanya.

Keteraturan/ketertiban adalah apa yang telah dicontohkan Allah kepada kita semua. Lihat saja, begitu teraturnya Allah menerbitkan matahari selalu dari Timur dan kemudian temaram di sebelah Barat.

Menyimak hal penciptaan, urutannya adalah:

  1. Terang dan gelap (siang dan malam)
  2. Cakrawala
  3. Daratan, lautan, tumbuh-tumbuhan
  4. Matahari, bulan dan bintang-bintang
  5. Burung-burung, binatang (darat), ikan-ikan (laut)
  6. Manusia (Adam dan Hawa)
  7. Allah beristirahat.

Pembaca mungkin bertanya-tanya, mengapa tulisan ini berjudul ‘jadilah si cepat’, namun berbicara sampai hal penciptaan? Inilah yang Tuhan contohkan, hal keteraturan, hal kedisiplinan, hal ketepatan, hal berpikir dan bertindak.

Sedangkan hal pengambilan keputusan. Tiap melek mata manusia harus bisa mengambil keputusan. Tidak melakukan apa-apa pun adalah sebuah keputusan dan setiap keputusan pasti ada resikonya, karena memang manusia adalah satu paket dengan resiko, tidak mungkin kita pisahkan antara manusia dengan resiko, kita mau menjadi manusia dan kita buang jauh-jauh resikonya. Diam pun mengandung resiko, diam tidak lagi emas, namun banyak bicara tanpa bukti nyata juga menjurus ke NATO (No Action Talk Only).

Jadi benarlah ada manajemen dalam kehidupan, di dalam manajemen pasti ada POAC (Planning Organizing Actuating Controlling). Dalam Planning pasti ada strateginya, sebagaimana kita tahu kata strategi berasal dari bahasa Yunani strategos yang artinya kepanglimaan/kejendralan. Mendengar kata panglima/jendral, otomatis pikiran kita melambung ke urusan perang dan siapapun berperang tentu ingin menang dan menang!.

Lihat saja prinsip seorang jendral yang sangat terkenal, Yulius Caesar, dengan VINI – VIDI – VICI nya (= aku datang – aku lihat dan aku menang). Beliau adalah seorang jendral yang mampu memotivasi dan menginspirasi prajurit-prajuritnya untuk mau dan mampu berpikir fokus, bekerja keras dan bekerja cerdas; inilah strategy for living.

 

Hidup harus menang, bukan berapa lama kita hidup (panjangnya umur kita) di dunia ini yang harus kita persoalkan, akan tetapi apa yang telah kita kerjakan selama kita diberi hak hidup di dunia ini oleh Yang Maha Kuasa.

Kalau dalam Planning/perencanaan ada srateginya, demikian juga dengan organizing/pengorganisasiannya, action/tindakannya, juga dalam hal controlling/ pengawasan, masing-masing lini harus ada strateginya. Strategi dalam manajemen kehidupan memang harus ada. Hidup memang harus berkemenangan, karena memang kita sudah menjadi pemenang sebelum kita terlahir ke dunia.

Sebagimana kita ada saat ini, karena memang kita adalah seorang pemenang yang ter-cepat, ter-kuat, ter-sehat, se waktu terjadinya pertemuan antara sel telur ibu dan sel sperma ayah kita, sehingga tepatlah jika melalui tulisan  sederhana ini mengajak para pembaca yang budiman  untuk menjadi:

si-cepat dengan cara berpikir cepat dan bertindak cepat, jangan terbalik menjadi bertindak duluan baru berpikir!!!

Posted in Uncategorized | Leave a comment

MUSTAHIL MERAIH HAL YANG LUAR BIASA DENGAN CARA YANG BIASA-BIASA SAJA !!!

Ilustrasi:

Dulu, kakeknya kakek saya ke sawah dengan jalan kaki;

Lalu, kakek saya ke sawah dengan naik sepeda kumbang;

Kemudian, ayah saya ke sawah dengan  naik motor;

Sekarang, saya ke tempat kerja  dengan naik mobil;

Esok lusa, anak saya pergi kerja, mungkin saja ke luar kota/provinsi  naik pesawat;

Yang akan datang, cucu saya bekerjanya antarnegara atau antarbenua;

Dan seterusnya …………………………………………………………………………………..!

Itulah PERUBAHAN!  Semboyan ‘berubah atau mati’  kedengarannya terlalu seram, mungkin lebih halus ‘inovasi atau tertinggal?’

Seorang pakar manajemen berkebangsaan Jepang, lulusan Harvard University bernama Kenichi Ohmae mengatakan: ‘Innovation is the only effective way to success‘.

Berubah itu perlu: commitment, consequence, consistance, communication, continue, credible, colaboration, celebration, etc.

Pada hakekatnya setiap orang adalah agen perubahan, akan tetapi orang enggan berubah karena banyak faktor. Mungkin takut, mungkin juga karena sudah nyaman, dan sangat mungkin untuk berubah itu besar resikonya. Di sini yang penulis maksud adalah berubah dari tidak tahu menjadi tahu, berubah dari tidak bisa menjadi bisa, berubah dari tidak mengerti menjadi mengerti, berubah dari tidak baik menjadi baik, dan berubah dari yang sudah baik menjadi lebih baik.

Indonesia memerlukan orang-orang yang mau dan mampu berubah ke arah yang lebih baik, kalau tidak mau dikatakan mundur, baik pada tataran legislatif, eksekutif, dan yudikatif. Mulai dari pejabat-pejabat tertinggi dan tinggi negara sampai kepada pejabat-pejabat yang ada di bawahnya hingga menyentuh ke masing-masing pribadi yakni orang per orang.

IQ (Intelegent Quotient) memamg perlu, tapi EQ (Emotional Quotient) juga lebih perlu dan AQ (Adversity Quotient) tak kurang perlunya. Bangsa ini perlu orang-orang yang mampu menghadapi situasi yang ‘buruk’, kisruh, tak terduga, menantang, baik di bidang perekonomian, perdagangan, pemerintahan, dan sebagainya, pendeknya adalah bidang IPOLEKSOSBUD dan HANKAM.

Kesemuanya itu menurut hemat penulis, bermula dari pendidikan, karena memang dunia pendidikan merasuk ke semua lini yang ada. Urusan kesehatanpun juga karena keberhasilan pendidik mendidik para peserta didiknya untuk cara-cara hidup sehat.

Jalan hidup seseorang, lembaga, organisasi, termasuk institusi pendidikan tidak selalu mulus. Ada menurun, ada menanjak, ada terjal, ada pula kelokan dan berliku-liku yang penuh tantangan. Namun manusia harus tetap sanggup menghasilkan kinerja yang bagus, luar biasa, beda, dan bisa menjawab kemajuan/tuntutan perubahan (globalisasi).

Itu sebabnya pengetahuan, keterampilan, bahkan pengalaman kerja tidak bisa semata-mata menjadi penentu sukses atau gagalnya seseorang. Kita perlu meletakkan bobot yang sama besarnya terhadap aspek sikap (attitude), karakter (carracter), kepribadian (personality) dan ‘passion’ seseorang.

Hambatan di dalam pekerjaan ada di mana-mana, seperti konflik dengan teman sekerja, sulitnya menjalin kerja sama, susahnya menghadapi orang-orang yang tidak mau berubah ke arah yang lebih baik (dengan perkataan lain. ‘ia masih seperti yang dulu’), merasa dirinya paling benar, ingin tampil beda tapi bukan kreatif melainkan eksentrik, dan se gudang lagi hal-hal yang membuat seseorang nyaris ‘putus asa’.

Itulah sebabnya AQ (ketahanmalangan) seseorang diuji dalam hal ini dan kemungkinannya hanya ada dua, yakni  hampir lulus dan hampir tidak lulus. Oleh karena itu, pinter saja tidak cukup, karena ilmu pengetahuan itu senantiasa bertumbuh dan berkembang terus-menerus. Tidak mengikuti arus perkembangan pasti tertinggal dan tergilas oleh roda zaman, seleksi alam lebih dahsyat ketimbang seleksi apapun juga dan kompetensi – sikap – soft skill harus terus ‘digiling’ secara seimbang.

Di zaman yang serba cepat ini, marilah kita berpikir cepat dan bertindak cepat, jadilah si cepat; bersemboyanlah: aku datangaku lihataku pikiraku pahamiaku analisaaku putuskan! Ada resiko? Pasti ada, karena tidak mengambil keputusan pun adalah resiko. Resiko ada di mana-mana, karena memang kita hidup satu paket dengan resiko. Yang dapat kita usahakan adalah meminimalkan resiko dan memaksimalkan usaha + doa, sebab mustahil orang berusaha keras kalau melupakan doa. Doa sebuah kata yang kecil tetapi besar kasiatnya. Doa yang bagaimana? Yakni Doa yang PUSH (Pray Until Something Happen), jangan pernah lelah berdoa karena itu adalah bentuk komunikasi kita dengan Sang Pencipta. DIA maha mendengar, DIA maha tahu, DIA maha memberi, DIA maha kasih, dan maha segalanya.

Dengan cara yang biasa mustahil memperoleh hasil yang luar biasa, demikian yang sering saya dengar ucapan Rektor UKI (Ir. Maruli Gultom), dan ….. betullah demikian!                Untuk mengubah UKI dan mengembalikannya ke masa kejayaan seperti dulu memang tidak mudah, akan tetapi sikap presistance pimpinan yang satu ini membuat  saya yakin UKI segera bangkit. Semua lini digarapnya, semua unit-unit kerja diperhatikannya secara terintegrasi. Sistem Manajemen yang terkenal dengan POAC (Planning –  Organizing – Actuating – Controlling) terus ‘digiling/diputar’ nya, apapun yang dipandang membawa ke arah perbaikan, seperti Management Strategic, PICA, Revieuw, dan peningkatan potensi SDM diasahnya terus-menerus. Di bidang akademik dan non-akademik dikerjakannya secara sinergis, disiplin ditegakkan, kejujuran (integritas) dikumandangkan. Pak Rektor yakin bahwa SDM UKI adalah orang-orang hebat, hanya saja masih keenakan ‘tidur’ di masa lalu, sehingga kini dibangunkan, dan tak sedikit yang terperanjat dibuatnya. Memang begitulah kalau membangunkan ‘the GIANT sleeping‘. Itulah sebabnya beliau mengatakan:

TAK MUNGKIN MELAKUKAN HAL-HAL YANG BIASA UNTUK MENDAPATKAN YANG LUAR BIASA‘.

Tetap semangat pasti berkat, selamat berjuang pak Rektor !!! Tuhan Yesus memberkati UKI dan kita semua yang ada di dalamnya.

Posted in Uncategorized | Leave a comment

Menjadi Orang Antusias

  1. Pendahuluan

Dunia ini membuka jalan bagi orang yang mengetahui tujuannya, lebih tegas lagi adalah tujuan hidupnya. Menjadi seseorang yang punya tujuan, tidak ragu-ragu, konsisten, komitmen, disiplin dan fokus, akan mengantarkan ia sampai ke tempat tujuan dengan efektif dan efisien.

 

Anne Morrow Lindbergh mengatakan: ‘Yang paling melelahkan dalam hidup ini adalah menjadi pribadi yang berpura-pura’.

 

Mana mungkin hidup yang penuh kepura-puraan dapat mencapai tujuannya, sedangkan tujuan itupun harus solid kalau tak ingin menuai kesulitan di kemudian hari. Kekuatan perubahan diri, bangun dari segala yang ‘semu’ dan ‘fatamorgana’, meretas jalan yang penuh onak duri dan menggapai keberhasilan hidup perlu modal yang namanya antusias!

 

Dalam kehidupan nyata yang saya alami ini, saya dapat melihat, berpikir, bergerak, merasa, dan menjadi pemain yang saya inginkan, saya mempunyai tujuan yang hendak saya raih, segala sesuatunya saya lakukan dengan cara yang terbaik yang saya ketahui, saya melakukan yang terbaik yang mampu saya lakukan, dan saya berniat untuk terus melanjutkan yang terbaik sampai akhir hayat saya.

 

Jika pada akhirnya saya ternnyata benar, maka apa yang dikatakan orang mengenai saya tidaklah berarti, sebaliknya jika pada akhirnya ternyata saya salah, maka semua itu adalah sebuah resiko terencana. Sekarang inilah waktu untuk memulainya.

II. Pembahasan

Mulai dengan belajar menemukan dan menghilangkan hal-hal yang menghambat pikiran, perasaan dan kebiasaan, selanjutnya dengan memanfaatkan teknik mental positif, siap menghadapi tantangan apapun setiap hari.

 

Pada umumnya  seseorang yang menghadapi rintangan dan kesusahan lalu ia menjadi kehilangan sikap yang baik, pesimistis, dan menjadi putus asa. Rintangan akan selalu datang walau tanpa diundang, hidup ini selalu dikelilingi masalah, karena memang hidup dan masalah adalah satu paket kehidupan, akan tetapi yakinlah tak ada masalah yang tak ada jalan keluarnya. Jika ke depan – ke belakang – ke kiri – ke kanan jalan terasa buntu, masih ada jalan lain yaitu ke atas,

 

Manusia ada karena ada penciptanya dan Sang Pencipta tak akan pernah membiarkan ciptaanNYA dirundung masalah atau menanggung masalah yang melebihi kekuatannya. Jadi yakinlah bahwa setiap masalah pasti ada solusinya, yang penting manusia berusaha dan masih punya harapan, maka berpengharapanlah setiap saat, dimana saja dan kapan saja.

 

Jangan sampai yang terjadi justru kebalikannya, ke mana saja ia melihat, ke luar atau ke dalam dirinya, dia selalu mencari-cari alasan dari kegagalannya, daripada memusatkan pikiran pada apa yang dikehendaki, dia malah bersikap  menyalahkan dan takut pada apa saja yang akan terjadi.

 

Orang lain yang menghadapi situasi menekan yang sama, menjadi lebih kuat, lebih terarah, dan punya tekad. Penampilannya menjadi semakin lebih bersemangat dan efektif, meskipun berada di tengah-tengah lingkungan yang menekan, dia terus bergerak maju, dan dalam upayanya itu, dia menjadi pendorong bagi setiap orang.

 

Ilustrasi: ‘sebuah bola plastik dimasukkan ke dalam ember yang berisi air, lalu tekan ke bawah dengan ke dua tangan kita sampai ke dasar, habis itu angkat tangan kita/lepaskan, apa yang terjadi? Bola pasti melambung ke atas/ ke permukaan dan bahkan lebih!

 

Mengapa seorang pesaing yang berada di bawah tekanan menjadi ambruk, sementara yang lain terus berjuang? Sebagaimana kita ketahui bahwa Intelegency Quotient (IQ) saja belum cukup mengantarkan seseorang kepada puncak prestasi, melainkan ada Emotional Quotient (EQ) yang telah dibuktikan oleh Daniel Goleman dalam penelitiannya yang cukup menghebohkan, bahwa porsi EQ ternyata jauh lebih besar dan sangat signifikan bagi seseorang di tempat kerjanya.

 

Selain IQ dan EQ, masih ada Adversity Quotient (AQ) yang dapat dipahami sebagai ketahanmalangan, artinya keuletan, ketangguhan, kegigihan seseorang manakala ia harus berjuang untuk memenangkan pertandingan, menggapai harapannya, meraih puncak prestasi. Sesungguhnya masih ada quotient-quotient yang lain, namun yang terkait erat dengan judul tulisan ini membuat penulis membatasi pada tiga quotient tersebut di atas.

 

Bekerja keras  (work hard) itu baik, apalagi jika orang masih usia muda, otot masih kekar, rencana masih setumpuk, harapan masih panjang, namun apakah mungkin ia tetap melakukan kerja keras jika orang sudah memasuki usia lanjut, sementara otot/kekuatan sudah berkurang dan terjadi penurunan daya ingat, maka kerja keras harus diimbangi dengan kerja cerdas (work smart). Baik kerja keras maupun kerja cerdas perlu dilakukan dengan penuh antusias.

 

Kalau kita menyaksikan pertandingan yang sering digelar di sekolah-sekolah misalnya, perlombaan lari seratus meter, tentu si pelari sudah pasti mengerahkan seluruh kekuatannya sejak start dan semakin terlihat pita garis finish tentu saja si pelari semakin bersemangat untuk memenangkan perlombaannya, menjadi yang pertama dengan memutus pita garis finish itu dan keluar sebagai pemenangnya. Lain halnya dengan lomba lari sepuluh ribu meter, tentu sangat beda strateginya, memang memenangkan kehidupan perlu strategi, karena hidup adalah sebuah pertandingan dan harus dimenangkan!

 

Yang sering kita saksikan pada acara-acara pertandingan di sekolah, pelatih dan orangtua peserta didik memberi dukungan dan semangat dengan berteriak-teriak: ‘ayo cepat!, ayo lebih cepat! mau menang atau kalah!’ banyak kata yang dilontarkan bisa juga tidak enak didengar, bahkan bisa lebih buruk lagi: ‘jangan berhenti, ayo jangan gugup! lakukan apa saja asal jangan kalah!’

 

Di dunia bisnis, bisa saja terjadi  salah  pengertian, menimbulkan ancaman, limit waktu yang sangat ketat, menganggap rendah dan sepele, dan semua sikap menekan yang dipaksakan oleh para manajer kepada staf dan oleh staf kepada diri mereka sendiri. Jelas, bahwa apa saja harus dikerjakan pada waktunya, dan jika perusahaan berharap untuk bisa bertahan, maka ia harus dapat menghasilkan keuntungan (profit).

 

Ujian bagi seorang manajer yang efektif, adalah kemampuannya menyampaikan tuntutan-tuntutan ini, sebagai sebuah kesempatan yang besar, bukan malapetaka yang potensial. Daripada mencoba mengepalkan tinju, mengertakkan gigi, dan menyerah, yakinkanlah diri Anda bahwa Anda tidak perlu memikirkan tentang apapun, bahwa pikiran Anda harus dijadikan sebuah layar kosong, dan apapun yang Anda lakukan sifatnya harus spontan.

 

Yang terjadi adalah, kebanyakan orang salah memahami arti spontanitas ini. Spontanitas yang benar adalah perilaku yang dipelajari. Apabila orang-orang yang punya prestasi tinggi kelihatan bertindak tanpa berusaha, tanpa penghambat, itu sebenarnya dikarenakan oleh latihan-latihan yang dijalani terlebih dahulu. Pada saat penampilan yang sesungguhnya, para juara hanya tinggal menekan tombol guna memainkan ulang latihan-latihannya untuk mengakses persiapan psikhis dan fisik mereka. Ini merupakan hal yang sangat berbeda dari menyimpan pikiran dalam lemari pembeku dan emosi dalam alat pendingin.

 

Para pemenang dalam semua lapangan kehidupan, belajar untuk mencapai pemusatan pikiran yang rileks. Ini sangat berbeda dari kekurangan intensitas dan merupakan pemusatan perhatian kepada apa saja yang penting bagi pelaksanaan tugas secara sempurna. Pikiran kepada yang lain, dan ketegangan yang tidak diperlukan semuanya terhapus, karena segalanya berjalan sesuai dengan target. Jangan berharap mencapai hasil terbaik, tetapi belajarlah untuk mengharap yang terbaik walaupun Anda harus ‘memaksakan’ diri berbuat begitu.

 

Ingatlah juga, bahwa optimisme itu bisa menular. Dalam usaha bersama, optimisme Anda sendiri akan melekat kepada anggota lain dan menambah kemungkinan keberhasilan usaha Anda. Ini tidak berarti Anda harus berkeliling kesana-kemari dengan senyuman yang selalu tersungging manis. Ini berarti bahwa Anda harus melihat sebuah gelas berisi setengahnya daripada kosong setengahnya meskipun Anda memang melihatnya kosong separuhnya, katakanlah gelas itu setengah penuh!

 

Tidak diragukan lagi, memang baik untuk merasa optimis dan bersemangat sepanjang hal itu menuju kepada penampilan yang penuh daya dan bebas penghambat. Jangan biarkan diri Anda menjadi terlalu ‘tegang’, sebab kalau ada sesuatu yang tidak beres, semangat yang berlebihan akan dapat berubah menjadi kemurungan dan malapetaka yang sangat berbahaya. Anda jangan pernah membiarkan diri terlalu terkungkung dalam sebuah gagasan, sebuah rencana, atau proyek, sampai kehilangan kemampuan mempertahankan keseimbangan (yin-yang), jika segalanya gagal.

 

Tidak ada apapun yang terjadi di dunia ini yang dapat menggantikan kebulatan tekad, bakat pun tidak bisa. Tidak ada yang lebih kaprah dari kegagalan orang yang punya bakat, sedangkan si jenius yang tidak mendapat apa-apa. Dunia ini hampir penuh dengan orang-orang berpendidikan dari semua strata, tetapi mengapa mereka terkadang harus terlantar? Ketekunan dan tekad masing-masing pribadi sangat besar pengaruhnya, oleh karena itu antusias-lah!

III. Penutup

Pada bagian akhir tulisan ini penulis hendak menyampaikan ilustrasi berikut:

 

‘seekor induk ayam yang hendak bertelur, tentu ia berkonsentrasi penuh untuk mencari dan mendapatkan tempat ia bertelur yang nyaman, kemudian dengan sekuat tenaga ia bertelur, dan setelah itu mungkin yang ia lakukan adalah beristirahat sejenak, lalu ia keluar dari tempatnya terus berkotek-kotek sekuat-kuatnya, seolah ia telah memenangkan sebuah pertarungan dahsyat dengan sebuah prestasi, yakni telurnya’

 

Begitu antusiasnya ia mengabarkan prestasi yang baru saja diukirnya, ia telah meraih kemenangan. Sepertinya ia ‘berkewajiban mengiklankan’ prestasinya itu ke seantero wilayahnya. Begitulah naluri alamiah si ayam dan sepertinya  kita harus belajar dari ayam.

 

Penulis katakan demikian karena yang sering manusia lakukan adalah berkoar-koar dulu sebelum berprestasi, sehingga ada istilah NATO yang diplesetkan menjadi No Action Talk Only; NARO (No Action Reason Only), NADO (No Action Dream Only). ‘Bermimpi’ itu boleh, bahkan setiap orang hendaknya bermimpi besar, supaya bergairah mencapainya. Dan …….. gairah itulah yang lebih pas dimaknai sebagai antusias!

Lakukan otosugesti: ‘Hari ini adalah hari saya yang paling baik, saya tenang, rileks dan penuh tenaga, saya bisa fokus mengerjakan segala sesuatu, memiliki rasa percaya diri yang kuat, sehingga saya merasa kuat, sehat dan bahagia’. Saya akan selalu mengatakan I can dan bukan I can’t, serta tak lupa saya mengucap syukur kepada Sang Pencipta.

 

 

 

Jakarta, 06.03.2011

 

E. Handayani Tyas

Posted in Uncategorized | Leave a comment

PENDIDIKAN ENTREPRENEURSHIP

Sebagaimana kita ketahui bersama bahwa “pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara”.

Demikian bunyi Pasal 1 BAB I Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional Nomor 20 Tahun 2003. Betapa nyaris sempurnanya rumusan tersebut, namun secara empiris sering kita jumpai seorang pembelajar (siswa, mahasiswa) mengalami kesulitan dalam memahami suatu pengetahuan tertentu, apalagi untuk berkembang secara mandiri  melalui penemuan dan proses berpikirnya.

Dalam situasi masyarakat yang selalu berubah, idealnya pendidikan tidak hanya berorientasi pada masa lalu dan masa kini, tetapi sudah seharusnya merupakan proses yang mengantisipasi dan membicarakan masa depan. Setelah lulus SMA/SMK ataupun setelah lulus Pendidikan Tinggi, lalu mau apa dan bagaimana sanggup eksis di masyarakat?

Sudah saatnya pendidikan hendaknya melihat jauh ke depan dan memikirkan apa yang akan dihadapi peserta didik di masa yang akan datang. Bahwa pendidikan yang efektif adalah pendidikan yang tidak hanya mempersiapkan peserta didiknya untuk suatu profesi atau jabatan, tetapi mampu menghasilkan seseorang sanggup menyelesaikan masalah-masalah yang dihadapinya dalam kehidupan sehari-hari.

Santernya berita yang membuat miris kita semua adalah meningkatnya jumlah pengangguran terdidik, baik yang nyata-nyata maupun yang terselubung di Indonesia dari tahun ke tahun. Data (Kompas, 19 Pebruari 2010) pengangguran terdidik meningkat menjadi sekitar dua juta orang. Sebuah angka yang sangat mengkhawatirkan, karena jumlah lulusan tidak diimbangi dengan jumlah lapangan pekerjaan yang tersedia. Kalau boleh penulis ibaratkan: ‘jumlah lapangan kerja baru bertambahnya seperti deret hitung, sementara jumlah lulusan membludak seperti deret ukur’, jadi mana mungkin bisa ketemu?

Mencermati kenyataan di lapangan, yang dimaksud dengan bekerja oleh orang kebanyakan (awam) adalah: seseorang ke luar rumah/berangkat bekerja dari pagi sampai sore atau dari sore sampai malam atau juga dari malam sampai pagi lagi, di suatu tempat tertentu, mengikatkan diri pada perusahaan tertentu, mendapat upah tiap hari/mingguan/bulanan dan sebagainya.

Belum lagi masih kentalnya anggapan bahwa menjadi Pegawai Negeri (PNS/ABRI) adalah suatu prestasi yang sangat membanggakan. Alasannya cukup spele, yakni aman dan dapat pensiun di hari tua. Mental pegawai (ambtenaar) belum pupus sekalipun Indonesia sudah merdeka 65 tahun silam. Di sini sampailah kita waktunya untuk menjawab pertanyaan ‘mengapa?’ (why?).

Indonesia adalah negara yang kaya sumber daya alamnya (dibanding negara lain, seperti: Malaysia, Singapura, Hongkong, dan lain-lain), tetapi sangat sedikit orang yang mampu mengubah kekayaan alam itu menjadi kesejahteraan. Susahnya mengubah pola pikir seseorang, padahal semua yang ada di dunia ini pastinya berubah dan hanya satu yang tidak pernah berubah, yakni perubahan itu sendiri!!!

Tenaga Kerja Indonesia (TKI) yang sebagian besar adalah perempuan, kebanyakan mengerjakan pekerjaan non formal, baik di negeri sendiri maupun di negeri orang, sepertinya mereka rela menekuni pekerjaan “3D” (Dirty, Difficult, Dongerous). Ini bisa terjadi antara lain karena setelah lulus mereka ‘harus mencari kerja’, syukur menemukan, tapi apalah artinya hasil pendidikan yang telah ditekuninya selama bertahun-tahun jika akhirnya harus menjalani pekerjaan yang ‘asal kerja’. Apakah hal ini akan terus kita biarkan?

Demi masa depan anak bangsa, marilah kita giat memicu dan memacu serta menyebarluaskan semangat kewirausahaan (entrepreneurship). Dan penulis boleh berlega hati karena pemerintah memberi tanggapan positif dan merencanakan kurikulum entrepreneurship mulai tahun pelajaran 2010-2011 (yang sudah di depan mata). Dengan didasari keyakinan bahwa bangsa Indonesia akan maju jika banyak orang berjiwa dan bersemangat wirausaha. Artinya tidak harus bekerja dengan modal ‘otot’ saja melainkan bermodalkan ‘otak’, sebab otot lama kelamaan akan turun seiring dengan bertambahnya usia seseorang, sedangkan otak makin digunakan makin ‘tajam’.

Begitu pentingnya mental entrepreneur itu. Istilah entrepreneur berasal dari bahasa Perancis entreprendre, yang artinya mengambil langkah memasuki sebuah aktivitas tertentu atau sebuah enterprise, atau menyambut tantangan. Menghadapi tantangan itu sudah barang tentu mengandung resiko, hidup memang penuh resiko, hidup dan resiko adalah satu kesatuan, kita tidak bisa memilih hidup nyaman-nyaman saja dan menghindari resiko, apalagi terlena dalam zona nyaman (comfort zone)!.

Di dalam pengertian yang asli dari kata entrepreneur di dapat tiga hal yang penting, yaitu creativity-innovation, opportunity-creation, dan calculated risk-taking. Tiga unsur inilah yang utama ada di semua entrepreneur manapun. Berani mati itu gampang tapi berani hidup itu sulit!!! Bukan berarti hidup itu selalu penuh kesulitan, tetapi bisa mengubah rintangan/halangan menjadi peluang itu memang perlu keuletan (Adversity Quotient (AQ), artinya ketahanmalangan).

Orang bisa menjadi entrepreneur karena ‘3L’, yakni: Lahir, Lingkungan, Latihan (terus-menerus). Entrepreneur adalah orang yang mampu melihat dan menangkap peluang bisnis (+) faktor genetik dan entrepreneurship bisa dipelajari melalui sistem manajemen stratejik, karena menjadi entrepreneur juga perlu memiliki managerial skill. Untuk bisa menjadi entrepreneur sejati, maka harus dibangun leadership dan untuk bisa menjadi leader yang mumpuni maka harus membangun learning cultureself transformation, demikian ungkapan seorang entrepreneur handal, bapak Sudhamek AWS, CEO Garuda Food Group pada acara Kuliah Umum di FKIP UKI tanggal 9 April 2010.

Kata pendidikan lebih luas maknanya dibanding kata pengajaran, karena pendidikan yang berhasil akan mengubah perilaku, dan perilaku akan mengubah karakter, dan karakter berbangsa menciptakan budaya bangsa, dan budaya bangsa menciptakan peradaban bangsa. Dengan demikian, kita akan memasuki peradaban baru di negeri Indonesia tercinta, yakni peradaban yang bisa menciptakan lapangan kerja bagi diri sendiri, mulai dari pendidikan. Kalau sementara orang menganggap bahwa pendidikan entrepreneurship diartikan sebagai pelajaran mengenai berdagang, itu makna yang terlalu sempit, karena pada hakikatnya pendidikan entrepreneurship adalah sebuah tindakan kreatif, inovatif dan sportif, serta dapat diterima publik.

Pendidikan entrepreneurship tidak harus menambah kurikulum, akan tetapi justru memberi keragaman pendidikan yang kontekstual dan dapat dipraktekkan dalam kehidupan nyata sehari-hari, sehingga mempunyai nilai tambah (added value) baik dari sisi pengetahuan maupun sisi nilai sosial ekonomi. Peserta didik yang dibekali pendidikan entrepreneurship tumbuh kecerdasannya, keterampilannya, intelektualnya, mempunyai banyak gagasan, mampu berkomunikasi yang dapat meyakinkan orang lain, sehingga ruh sebagaimana dimaksudkan oleh UU Sisdiknas No. 20 Tahun 2003 terjawab.

Oleh karena itu sebaiknya Pendidikan Entrepreneurship, baik yang tersirat maupun yang tersurat (formal – non formal – informal) sudah harus dimulai sejak dini sampai ke jenjang pendidikan tinggi dan bahkan sepanjang hayat. Pembiasaan dan pelatihan yang terus-menerus akan mendatangkan kepiawaian seseorang untuk berpotensi menjadi penemu dan pemecah masalah (problem finder and problem solver), dan akhirnya memiliki hidup yang bermanfaat.

 

Jakarta, 12 Juli 2010

E. Handayani Tyas.

Posted in Uncategorized | Leave a comment

KALAU KNALPOT ADA DI DEPAN, MUNGKIN KITA BARU PEDULI

Hiruk pikuk kota Jakarta sehari-hari terlebih ketika menjelang hari raya Idul Fitri sungguh sangat memekakkan telingga. Bunyi klakson kendaraan roda dua maupun empat amat keras seolah semua orang ‘tuli’. Hidup seperti tinggal hari itu saja, semua kendaraan dipacu pengemudinya untuk lebih cepat lagi. Padahal jelas dalam kondisi macet, alhasil asap hitam knalpot masuk hidung setiap orang yang berada di belakangnya, dan mungkin saja tidak hanya sampai hidung melainkan langsung bermukim di paru-paru atau bahkan otak.

Alih-alih bicara mengenai etika berlalu-lintas, rambu-rambu lalu-lintas, lampu merah hijau dan marka jalanpun seolah tak berfungsi/tak ada gunanya, belum lagi diperburuk dengan kondisi hujan mengguyur kota Jakarta saat itu. Macet adalah pemandangan sehari-hari ibu kota Negara Republik Indonesia ini. Sampai-sampai ada pemikiran akan memindahkannya ke kota lain.

Berbagai aturan telah dibuat, antara lain pejalan kaki harus di sebelah kiri, dilarang mendahului dari sebelah kiri, dilarang mengendarai secara zig-zag, dilarang melepas saringan knalpot supaya tidak menimbulkan bunyi meraung-raung, dilarang membunyikan klakson keras-keras, dan sebagainya. Tapi apakah para pengemudi itu patuh? Fenomena di lapangan menyatakan tidak! Bahkan nyaris tak seorangpun di antara mereka yang bersedia mematuhinya.

Peraturan bisa saja dibuat, namun sanksi terkadang terasa tidak tegas. Perlu sosialisasi?, perlu edukasi? atau perlu sanksi cabut Surat Ijin Mengemudi (SIM)? Berbicara mengenai peraturan, tentu erat kaitannya dengan pertanyaan yang kita kenal dengan istilah 5 W + 1 H, yakni: What, Why, Who, Where, When, dan How ??????

Peraturan APA yang dibuat, tentu jawabnya adalah Peraturan Lalu-Lintas; MENGAPA peraturan itu dibuat, tentu jawabnya adalah untuk ketertiban; SIAPA yang membuat peraturan, pastilah pihak yang berwenang dan kompeten dibidangnya; DIMANA peraturan itu akan diterapkan, karena peraturan mengenai tata tertib berlalu-lintas tentu disemua jalan baik jalan raya maupun jalan lain yang dipakai untuk berlalu-lintas; KAPAN peraturan itu diterapkan/dilaksanakan, tentu setelah ditetapkan dan diundangkan, karena ketika suatu peraturan itu telah diundangkan maka semua orang harus mengetahuinya tanpa kecuali. Jadi berarti perlu sosialisasi! Dan BAGAIMANA caranya? Jawabnya, sudah barang tentu pihak-pihak terkait berkewajiban merancang-melaksanakan-memantau-mengevaluasi tertib penerapannya/pelaksanaannya.

 

Perbuatan PDCA (Plan, Do, Check, Action) adalah urusan manajemen, baik Manajemen Sumber Daya Manusia maupun SDM (Sumber Daya Manusia). Sebagus apapun manajemen yang mengaturnya, tentu unsur manusia jauh lebih penting dari semua yang diaturnya. Jadi kuncinya adalah si-manusia itu sendiri, namun persoalanya manusia seperti apa yang menjadi penertibnya dan manusia seperti apa yang akan ditertibkannya?

Manusia adalah ‘homo educandum’, artinya makhluk yang dapat dididik, ia mampu berpikir dan bertindak, ia mampu memilih dan memilah mana yang baik dan mana yang buruk untuk dirinya. Oleh karena itu sosialisasi dan edukasi peraturan tertib berlalu-lintas hendaknya diajarkan, jika perlu diinternalisasikan/’didarahdagingkan’ sampai sungguh-sungguh menjadi kebiasaan (habit) setiap manusia.

Tegaknya hukum, konsistensi dan komitmen personel yang berlalu-lintas, serta konsekuensi yang tegas dapat diperoleh melalui edukasi, dan keharusan yang demikian sudah tidak dapat ditawar-tawar lagi kalau kehidupan berbangsa dan bernegara ini ingin tertib-aman-tentram-sejahtera.

Ketidaktertiban/keteledoran berlalu-lintas sangat fatal akibatnya, banyak korban berjatuhan, nyawa manusia seakan kurang berarti. Bayangkan seorang menabrak kucing hingga mati, lebih takut dibanding menabrak manusia dan kemudian melarikan diri, apakah nyawa kucing lebih berarti dibanding nyawa manusia? Begitu juga halnya dengan perbuatan mengepulkan asap tebal/hitam knalpot, dari kendaraan bermotor roda dua atau lebih. Kalau sudah begitu kejadiannya, maskerpun menjadi tidak efektif bagi penggunanya. Sungguh sopan-santun berlalu-lintas mendesak!!!

Yang penulis sendiri alami, karena tidak selalu menggunakan mobil pribadi, maka penulis sangat merasakan begitu menyesaknya ketika asap hitam knalpot itu terhirup hidung, dan selanjutnya nafas sesak dan pening kepala, bagaimana jadinya kalau keadaan demikian berlangsung terus-menerus setiap saat atau setiap hari? Untunglah jarak tempat tinggal penulis ke kantor relatif dekat, sehingga ‘siksaan’ asap hitam knalpot tidak menjadi konsumsi rutin. Akan tetapi bagaimana dengan yang lain? Haruskah pengguna jalan, pembayar pajak, warga negara, rakyat ‘kecil’ ini menjadi korban? Cepat atau lambat pasti ada efeknya, entah di saluran pernafasan, paru-paru, atau bahkan otak!

Penulis memang bukan dokter, penulis adalah pemerhati pendidikan, karenanya penulis sangat menghimbau kepada pihak yang berwenang, khususnya penanggung jawab lalu-lintas, cq. Polisi Lalu-Lintas, mungkin anda dapat selalu ‘meneriakkan’ etika berlalu-lintas lewat corong mobil keliling. Mendidik seseorang memang perlu waktu, tidak bisa instant, maka jangan jemu-jemu mengulang dan mengulang lagi himbauan tertib dan sopan-santun berlalu-lintas setiap saat.

Jika mungkin dimulai sejak kanak-kanak, ada pendidikan ‘Polisi Kecil’, Polisi yang siap menolong menyeberangkan pejalan kaki misalnya, Polisi yang baik hati, dan sebagainya. Justru anak-anak itulah yang cepat belajar dari apa yang dilihat dan dialaminya. Menurut tokoh pendidikan, John Dewey , belajar dengan melakukan (learning by doing). Anak-anak adalah peniru ‘ulung’, oleh sebab itu perilaku orang dewasa yang ada di sekitarnya akan sangat mewarnai cara hidupnya kelak.

Pikir-pikir, merubah perilaku seseorang memang tidak mudah, kecuali orang itu sendiri yang mempunyai kemauan untuk merubahnya. Namun setidaknya penulis senang dapat ikut menuangkan ide melalui tulisan ini, yakni: ‘Mungkinkah jika letak knalpot itu di depan?’ supaya orang menjadi peduli, minimal peduli terhadap dirinya sendiri karena harus menghirup asap hitam gas buang kendaraan bermotor yang dikendarainya sendiri. Aneh memang, ‘ide gila’ barangkali, tapi siapa tahu ada tim kreatif produsen kendaraan bermotor yang terinspirasi dengan tulisan ini.

Bukankah semua berawal dari mimpi, dan orang kreatif mampu mengubah mimpi menjadi kenyataan, siapa tahu terjadi perubahan, karena penulis yakin sekalipun perilaku sulit berubah, akan tetapi jika seseorang mengalami tekanan/paksaan (keadaan yang tidak mengenakkan dirinya) biasanya mau berubah. Di dunia ini semua mengalami perubahan, dan hanya satu yang tidak pernah berubah yakni perubahan itu sendiri. Berubah dari tidak peduli menjadi peduli, berubah dari tidak bisa menjadi bisa, dan masih banyak lagi contoh yang lain.

Indonesia tertib – rakyat sehat – negara kuat – masyarakat terdidik – santun berlalu-lintas; siapa yang tidak ingin? Semoga impian menjadi kenyataan!!!

 

Jakarta 09 Desember 2010

 

E. Handayani Tyas.

 

 

Posted in Uncategorized | Leave a comment

FKIP UKI SIAP BERSELANCAR DI TAHUN 2011

oleh E. Handayani Tyas

FKIPUKI

1. Pendahuluan

Sebagaimana kita ketahui bersama bahwa di dunia segala sesuatunya pasti berubah. Logika umum mengatakan hanya ada satu yang tidak pernah berubah, yakni perubahan itu sendiri. Sedangkan menurut hemat penulis ada satu lagi yang tidak pernah berubah/kekal selama-lamanya. Secara teologis, yakni KASIH TUHAN YESUS KRISTUS, kasihNYA selalu berkesinambungan, menyeluruh, abadi dan kata  KASIH dapat dipahami sebagai :

Itulah yang penulis rasakan, tidak mudah mengajak orang lain berubah, sekalipun sudah di-contohkan (by example), di-edukasikan dan di-trainingkan, sudah pula disampaikan secara bertalu-talu tentang resiko bagi mereka yang enggan berubah alias menyukai zona nyaman (comfort zone), (lihat gambar 1).

gambar 1

2. Kondisi masa lalu

Begitu ‘sulit’nya roda pengelolaan yang harus dijalankan. Mana mungkin dapat berputar kalau kondisinya seperti berikut (lihat gambar 2).

CHANGE

gambar 2 :

Kalau “Roda Persegi” (paradigma lama atau strategi lama) diganti dengan “Roda Bundar”, pasti  pekerjaan ini jauh lebih mudah, cepat, efektif, dan produktif !!!

Mencermati gambar di atas, rodanya bersudut, jalan  terjal, berlubang, bergelombang dan untuk meratakannya jelas perlu kerja keras, komitmen tinggi, semangat menggebu, dan disiplin kuat, serta ketegasan yang luar biasa. Kita tahu ketegasan berasal dari kata dasar TEGAS, coba buang ‘S’ nya, apa jadinya? TEGA, ……. oh tidak tega, dia kan senior, kan dia orangnya si A, si B, kan dia orang yang dekat dengan ‘sumbu pemerintahan’ dan masih banyak lagi. Antara tega, tidak tega dan tegas, sangat beda maknanya!.

Bagaimanapun juga unit kerja yang sekecil FKIP ini, harus dan sekali lagi harus dikelola dengan ‘seni’ kepemimpinan ala Yesus, apalagi lahannya adalah UKI, rumah Tuhan yang senantiasa berkumandang puji-pujian, firman, doa, penyembahan, dan sebagainya. Kita harus bisa, bersama kita bisa, ayo jadilah pelaku-pelaku firman, jangan hanya menjadi pendengar/penonton saja!

3.Kondisi  masa Kini

3.1. Mau dan mampu harus kita tempatkan di tangan kiri dan tangan kanan kita masing-masing. Sebab ada orang yang mau tapi tidak mampu dan ada pula yang mampu tapi tidak mau. Nah untuk yang ini amat sangat menyakitkan! Penulis percaya di UKI ini masih ada orang-orang yang mampu/kompeten, tapi ‘aneh’nya mengapa justru segala segi kemampuannya harus diperhitungkan dengan uang? Siapa sih yang tidak perlu uang, namun men’dewa’kan uang atau dengan perkataan lain ‘cinta’ akan uang adalah akar segala kejahatan!

Kalau tidak mampu bisa diajari/dilatih secara bertahap sampai bisa/mahir, kecuali yang bersangkutan tidak menunjukkan perubahan/kemajuannya, tentu ada tindakan lain.

Mari kita bersedia membuka mata, membuka pikiran, dan membuka hati agar mampu bersaing di era globalisasi. (lihat gambar 3).

THINK OUT OF BOX

gambar 3

3.2.  Kerjasama, saling membantu/menolong, saling memberi dan menerima, saling membelajarkan diri, adalah kebiasaan yang dialami oleh warga FKIP. Bekerja dalam satu tim yang solid. kalau tak mau mengalami kesulitan, jangan seperti kondisi ini (lihat gambar 4).

gambar 4

3.3. Angin ribut, angin spooi, silih berganti menerpa, tetapi penulis menyadari bahwa itu adalah sebuah retorika, itu adalah dinamika/tanda-tanda ‘kehidupan’. Hal ini mengingatkan penulis pada peristiwa lebih dari 2000 tahun yang lalu, manakala Tuhan Yesus Kristus ditempatkan di buritan perahu dan tidak diajak komunikasi, maka malapetakalah yang terjadi.

Oleh karena itu FKIP sangat menyadari dan menempatkan Tuhan Yesus Kristus pada haluan perahu FKIP dan Yesus-lah yang akan bertindak (action) karena DIA-lah penguasa bumi, langit, laut, darat, udara, dunia dan segala yang ada di dalamnya, percayalah!!!

4. Kondisi masa akan datang

Penulis bukan seorang futurolog, namun berdasarkan butir-butir di atas dapat diyakini kalau kami semua warga FKIP mau bergandeng tangan, bersehati dan sepikiran demi kemajuan unit kerja, mau dan mampu mengelola diri sendiri dan pekerjaan masing-masing, niscaya FKIP maju (lihat gambar 5).

gambar 5

5. Penutup

Badai, ombak, gelombang pasang – surut pasti ada, namun FKIP menyatakan diri siap berselancar di samudera UKI tahun 2011, tentu Tuhan Yesus Kristus adalah pandunya, ……………………….  Amin !!!!!!!!!!!!.

“Selamat berjuang warga FKIP UKI, Tuhan Yesus Kristus memberkati”

Jakarta, 15 Desember 2010

Posted in Natal dan Tahun Baru | Leave a comment